Selasa, 27 Desember 2011

Alokasi Dana Pemerintah Pusat ke Daerah


Dalam 30 tahun terakhir ditengarai pembangunan ekonomi Indonesia tertinggal akibat lemahnya pembangunan infrastruktur.
Menurunnya pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3% terhadap GDP (Gross Domestic Product) tahun 1993/1994 menjadi sekitar 2,3% terhadap GDP tahun 2005/2006, hanya mencapai 1.8% terhadap GDP dalam APBN 2011.
Padahal, dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara berkembang adalah sekitar 5-6 % dari GDP.
Belanja infrastruktur di daerah juga dapat dikatakan sangat kecil, walaupun sejak dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran pemerintah daerah untuk infrastruktur meningkat, sementara pengeluaran pemerintah pusat untuk infrastruktur mengalami penurunan yang drastis.
Ini merupakan suatu persoalan serius, karena walaupun pemerintah pusat meningkatkan porsi pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur, sementara pemerintah daerah tidak menambah pengeluaran mereka untuk pembangunan infrastruktur di daerah masing-masing, maka akan terjadi kepincangan pembangunan infrastruktur antara tingkat pusat (nasional) dan daerah, yang akhirnya akan menghambat kelancaran investasi dan pembangunan ekonomi antar wilayah di dalam negeri.
Akibatnya daerah menjadi sangat tertinggal dalam pembangunan Infrastrukturnya.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan di daerah tentu harus mendapat perhatian serius, karena faktor terbesar yang dihadapai pembangunan selama ini adalah buruknya kualitas pembangunan infrastruktur khususnya di daerah.
Berbagai upaya untuk mengatasi kondisi tersebut terus dilakukan, salah satunya adalah dengan akselerasi pembangunan infrastruktur daerah guna mengejar ketertinggalan daerah dengan pusat dan daerah yang tertinggal dengan daerah lain.
Transfer ke Daerah
Berdasarkan peraturan perundang-undangan serta mengacu pada hasil pembahasan antara Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, dalam rangka Pembicaraan Penyusunan APBN tahun 2011, kebijakan anggaran transfer ke daerah pada tahun 2011 diarahkan untuk
 1. meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance);
 2. menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota;
   3. meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
   4. mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro;
   5. meningkatkan daya saing daerah;
   6. meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (7) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan
   7. meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
Kebijakan transfer ke daerah tidak akan berhasil tanpa disertai kebijakan yang mendukungnya, termasuk dalam optimalisasi penyerapan anggaran.
Harus ada komitmen Badan Anggaran untuk selalu mengarahkan politik anggaran guna mempercepat pembangunan di daerah demi kesejahteraan masyarakat, dan disinergiskan dengan political will pihak eksekutif dan pemerintah daerah. Selama ini terjadi kelemahan dalam pengawalan penyerapan anggaran sehingga anggaran tersebut bocor di tengah jalan.
Di dalam APBN 2011 alokasi anggaran Transfer ke Daerah ditetapkan sebesar Rp392,980 triliun, atau 5,6 persen terhadap PDB. Secara nominal, jumlah tersebut berarti mengalami kenaikan Rp48,4 triliun, atau 14,0 persen dari alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp344,6 triliun.
Kenaikan anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN 2011 tersebut selain disebabkan adanya kenaikan Dana Perimbangan, juga disebabkan oleh adanya peningkatan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Penyesuaian terutama adanya komponen baru pada pos Dana Penyesuaian, yaitu bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).
BOS merupakan realokasi dari Belanja Pemerintah Pusat ke Transfer ke Daerah. Dari jumlah alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN 2011 tersebut, sekitar 85,1 persen merupakan alokasi Dana Perimbangan, dan sisanya sebesar 14,9 persen merupakan alokasi Dana Otsus dan Penyesuaia.
Khusus untuk Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), merupakan dana penyesuaian yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. DPID harus didorong untuk mempercepat pembangunan infrastruktur daerah, yang selama ini tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah.
Selama ini dana transfer ke daerah sebagian besar habis dipergunakan untuk menutup biaya operasional pemerintahan daerah dalam hal ini membayar gaji dan honorer pegawai di daerah. Termasuk juga berbagai potongan oleh oknum-oknum yang mencederai anggaran tersebut.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan merupakan bantuan pemerintah Pusat kepada Daerah tertentu yakni daerah dengan kemampuan fiskal/keuangan dibawah rata-rata nasional, untuk mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik fasilitas kesehatan yang telah menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Tidak seluruh Kabupaten/Kota akan mendapatkan alokasi DAK, namun berdasarkan pada kemampuan keuangan di daerah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar