Jumat, 29 November 2013

Review UU tentang Kode Etik Akuntan Publik dengan Kewajiban Perusahaan Menyajikan Laporan Keuangan dalam Menghadapi Era IFRS


KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Pemberlakuan dan Komposisi Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagiseluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungandunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar  profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepadakepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
· Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikanoleh pemakai jasa
•   Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
•  Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dariakuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
•   Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapatkerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:(1) Prinsip Etika,(2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika.  

Prinsip Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Prinsip Pertama- Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua- Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Ketiga- Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Prinsip Keempat- Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Prinsip Kelima- Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Prinsip Keenam- Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Prinsip Ketujuh- Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.Karakteristik Umum
Penyajian Secara Wajar dan Kepatuhan terhadap SAK
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Entitas yang laporan keuangannya telah patuh terhadap SAK membuat pernyataan secara eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak boleh menyebutkan bahwa laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali laporan keuangan tersebut telah patuh terhadap semua yang dipersyaratkan dalam SAK.
Entitas tidak dapat memperbaiki kebijakan akuntansi yang tidak tepat baik dengan pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan atau pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan atau materi penjelasan.
Kelangsungan Usaha
Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen membuat penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Entitas menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bertujuan untuk melikuidasi entitas atau menghentikan perdagangan, atau tidak mempunyai alternatif lainnya yang realistis selain melakukannya. Jika manajemen menyadari (dalam membuat penilaiannya) mengenai adanya ketidakpastian yang material sehubungan dengan peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan yang signifikan tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha, maka entitas mengungkapkan ketidakpastian tersebut. Jika entitas menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas mengungkapkan fakta tersebut, bersama dengan dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan alasan mengapa entitas tidak dipertimbangkan sebagai entitas yang dapat menggunakan asumsi kelangsungan usaha.
Dalam mempertimbangkan apakah dasar asumsi kelangsungan usaha adalah tepat, manajemen memerhatikan semua informasi masa depan, paling sedikit (namun tidak dibatasi untuk) dua belas bulan dari akhir periode pelaporan. Tingkat pertimbangan tergantung pada fakta dari setiap kasus. Jika selama ini entitas menghasilkan laba dan mempunyai akses ke sumber pembiayaan, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi kelangsungan usaha telah sesuai tanpa melalui analisis rinci.
Dasar Akrual
Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsure-unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Materialitas dan Agregasi
Entitas menyajikan secara terpisah kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang mempunyai sifat atau fungsi berbeda kecuali pos tersebut tidak material. Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan sejumlah transaksi atau peristiwa lain yang diklasifikasikan sesuai sifat atau fungsinya. Tahap akhir dari proses penggabungan dan pengklasifikasian adalah penyajian dalam laporan keuangan. Jika suatu klasifikasi pos tidak material, maka dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis dalam laporan keuangan atau dalam catatan atas laporan keuangan. Suatu pos mungkin tidak cukup material untuk disajikan terpisah dalam laporan keuangan tetapi cukup material untuk disajikan terpisah dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak diperlukan untuk memberikan suatu pengungkapan khusus yang diminta oleh suatu PSAK jika informasi tersebut tidak material.
Saling Hapus
Entitas tidak boleh melakukan saling hapus atas aset dan laibilitas atau pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh suatu PSAK. Entitas melaporkan secara terpisah untuk aset dan laibilitas serta pendapatan dan beban. Saling hapus dalam laporan laba rugi komprehensif atau laporan posisi keuangan atau dalam laporan laba rugi terpisah (jika disajikan) mengurangi kemampuan pengguna laporan keuangan baik untuk memahami transaksi, peristiwa dan kejadian lain yang telah terjadi maupun untuk menilai arus kas entitas di masa depan, kecuali jika saling hapus mencerminkan substansi transaksi atau peristiwa. Pengukuran aset secara neto setelah dikurangi penyisihan penilaian (misalnya, penyisihan keusangan atas persediaaan dan penyisihan piutang tak tertagih) tidak termasuk kategori saling hapus.
Frekuensi Pelaporan
Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap (termasuk informasi komparatif) setidaknya secara tahunan. Jika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari periode satu tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan.

Tujuan IFRS
Memastikan laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimasukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi.Transparasi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Review UU tentang Kode Etik Akuntan Publik dengan Kewajiban Perusahaan Menyajikan Laporan Keuangan dalam Menghadapi Era IFRS


KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Pemberlakuan dan Komposisi Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagiseluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungandunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar  profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepadakepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
· Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikanoleh pemakai jasa
•   Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
•  Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dariakuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
•   Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapatkerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:(1) Prinsip Etika,(2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika.  

Prinsip Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Prinsip Pertama- Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua- Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Ketiga- Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Prinsip Keempat- Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Prinsip Kelima- Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Prinsip Keenam- Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Prinsip Ketujuh- Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.Karakteristik Umum
Penyajian Secara Wajar dan Kepatuhan terhadap SAK
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Entitas yang laporan keuangannya telah patuh terhadap SAK membuat pernyataan secara eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak boleh menyebutkan bahwa laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali laporan keuangan tersebut telah patuh terhadap semua yang dipersyaratkan dalam SAK.
Entitas tidak dapat memperbaiki kebijakan akuntansi yang tidak tepat baik dengan pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan atau pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan atau materi penjelasan.
Kelangsungan Usaha
Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen membuat penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Entitas menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bertujuan untuk melikuidasi entitas atau menghentikan perdagangan, atau tidak mempunyai alternatif lainnya yang realistis selain melakukannya. Jika manajemen menyadari (dalam membuat penilaiannya) mengenai adanya ketidakpastian yang material sehubungan dengan peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan yang signifikan tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha, maka entitas mengungkapkan ketidakpastian tersebut. Jika entitas menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas mengungkapkan fakta tersebut, bersama dengan dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan alasan mengapa entitas tidak dipertimbangkan sebagai entitas yang dapat menggunakan asumsi kelangsungan usaha.
Dalam mempertimbangkan apakah dasar asumsi kelangsungan usaha adalah tepat, manajemen memerhatikan semua informasi masa depan, paling sedikit (namun tidak dibatasi untuk) dua belas bulan dari akhir periode pelaporan. Tingkat pertimbangan tergantung pada fakta dari setiap kasus. Jika selama ini entitas menghasilkan laba dan mempunyai akses ke sumber pembiayaan, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi kelangsungan usaha telah sesuai tanpa melalui analisis rinci.
Dasar Akrual
Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsure-unsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Materialitas dan Agregasi
Entitas menyajikan secara terpisah kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang mempunyai sifat atau fungsi berbeda kecuali pos tersebut tidak material. Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan sejumlah transaksi atau peristiwa lain yang diklasifikasikan sesuai sifat atau fungsinya. Tahap akhir dari proses penggabungan dan pengklasifikasian adalah penyajian dalam laporan keuangan. Jika suatu klasifikasi pos tidak material, maka dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis dalam laporan keuangan atau dalam catatan atas laporan keuangan. Suatu pos mungkin tidak cukup material untuk disajikan terpisah dalam laporan keuangan tetapi cukup material untuk disajikan terpisah dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak diperlukan untuk memberikan suatu pengungkapan khusus yang diminta oleh suatu PSAK jika informasi tersebut tidak material.
Saling Hapus
Entitas tidak boleh melakukan saling hapus atas aset dan laibilitas atau pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh suatu PSAK. Entitas melaporkan secara terpisah untuk aset dan laibilitas serta pendapatan dan beban. Saling hapus dalam laporan laba rugi komprehensif atau laporan posisi keuangan atau dalam laporan laba rugi terpisah (jika disajikan) mengurangi kemampuan pengguna laporan keuangan baik untuk memahami transaksi, peristiwa dan kejadian lain yang telah terjadi maupun untuk menilai arus kas entitas di masa depan, kecuali jika saling hapus mencerminkan substansi transaksi atau peristiwa. Pengukuran aset secara neto setelah dikurangi penyisihan penilaian (misalnya, penyisihan keusangan atas persediaaan dan penyisihan piutang tak tertagih) tidak termasuk kategori saling hapus.
Frekuensi Pelaporan
Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap (termasuk informasi komparatif) setidaknya secara tahunan. Jika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari periode satu tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan.

Tujuan IFRS
Memastikan laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimasukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi.Transparasi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Rabu, 06 November 2013

REVIEW JURNAL PENGARUH ETIKA PADA KOMITMEN PROFESIONAL, KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN SENSITIVITAS ETIKA PEMERIKSA DENGAN GENDER SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI


PENGARANG         : Anik Irawati, Ibi Darmajaya, Supriyadi
ABSTRACT
Inconsistency of the results of research related to ethical differences between female and male is actually raises the nation that gender is not an independent variable but is a moderator variable in research related to ethical orientation. This study aims to examine the effect of gender as a moderating variable in relation between ethical orientation and professional commitment; the effect of gender as a moderating variable in relation between ethical orientation and organizational commitment, and the effect of gender as a moderating variable in relation between ethical orientation and ethical sensitivy. Keyword: ethical sensitivity, profesional commitments, organizational and ethical sensitivity.
I. PENDAHULUAN
Auditor menghadapi dilema etika profesional yang unik, yaitu auditor harus bertanggungjawab melayani klien dan publik secara bersamaan (Westra, 1986). Dilema etika profesi auditor dikarenakan auditor dibayar oleh klien tetapi auditor harus mewakili berbagai 2 kepentingan konstituen, termasuk pemegang saham, pemerintah, dan masyarakat umum. Masalah etika dalam akuntansi biasanya muncul ketika Kantor Akuntan Publik (KAP) harus  menyeimbangkan kepentingan masyarakat dan klien (Shaub et al.,1993). Profesional cenderung lebih bersedia untuk membuat pengorbanan pribadi untuk klien mereka (Jaworski dan Kholi, 1993), seperti yang diungkapkan oleh Grendron et al., (2003) bahwa KAP cenderung menganggap auditee sebagai klien, padahal klien KAP yang sebenarnya adalah masyarakat atau publik. Oleh karena itu akuntan seharusnya mempunyai komitmen untuk meletakkan kepentingan publik sebagai prioritas mereka.
II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Orientasi Etika
Orientasi etika berhubungan dengan faktor eksternal seperti lingkungan budaya, lingkungan industri, lingkungan organisasi dan pengalaman pribadi yang merupakan faktor internal individu tersebut (Hunt dan Vitell, 1984 dalam Shaub et al., 1993). Alternatif pola perilaku untuk menyelesaikan dilema etika dan konsekuensi yang diharapkan oleh fungsi yang berbeda akan menentukan orientasi etis (Higgins dan Kelleher, 2005). Tetapi, ada penentu lain orientasi etis yang akan menunjukkan adanya perbedaan individu, antara lain standar perilaku individu, standar perilaku dalam keluarga serta standar perilaku dalam komunitas (Tsalikis dan Fritzsche, 1989; Wiley, 1998).Menurut Forsyth (1981) dalam Shaub et al. (1993) konsep idealisme dan relativisme menunjukkan dua skala yang terpisah dalam empat klasifikasi (gambar 1 pada lampiran). Seorang pemeriksa yang relativistis cenderung untuk menolak prinsip moral secara universal sebagai pedoman untuk bertindak. ( Shaub et al., 1993) Sedangkan pemeriksa perempuan yang mempunyai relativisme rendah dan idealisme tinggi dihipotesiskan mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap komitmen profesional. Dua hipotesis berikut ini digunakan untuk mengevaluasi pengaruh gender dalam memoderasi hubungan antara idealisme orientasi etika dan relativisme orientasi etika dengan komitmen profesional.
H1 : Pengaruh idealisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat komitmen profesional akan lebih tinggi daripada pemeriksa laki-laki
H2 : Pengaruh relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat komitmen profesional akan lebih rendah daripada pemeriksa laki-laki.
2.2 Komitmen Profesional dan Komitmen Organisasional
Komitmen didefinisikan dalam literatur akuntansi (Aranya, Pollock, dan Amernic, 1981; Aranya dan Ferris, 1984) menggunakan definisi tiga cabang. Ini terdiri dari:
1. Sebuah kepercayaan dan penerimaan tujuan dan nilai-nilai organisasi dan/atau profesi,7
2. Kesediaan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi dan/atau profesi,
3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi dan/ atau profesi
Bline et al. (1991) menemukan bahwa komitmen profesional dan komitmen organisasional mengindikasikan dua konstruk yang berbeda. Komitmen profesional yang tinggi akan tercermin dalam komitmen organisasional yang tinggi, sehingga dihipotesiskan sebagai berikut:
H3 : Tingkat komitmen profesional pemeriksa berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional.
H4 : Pengaruh idealisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat komitmen organisasional akan lebih tinggi daripada pemeriksa laki-laki.
H5 : Pengaruh relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat komitmen organisasional akan lebih rendah daripada pemeriksa laki-laki.
2.3 Sensitivitas Etika
Model Hunt - Vitell (1986) dalam Shaub et al. (1993), menjelaskan kemampuan seseorang untuk memahami masalah etis yang dipengaruhi oleh lingkungan budaya, lingkungan industri, lingkungan organisasi, dan pengalaman pribadi. Hunt dan Vitell (1986) mengembangkan sebuah pendekatan sistematis untuk mempelajari etika pemasaran dengan menggambarkan proses pengambilan keputusan etis pada profesional pemasaran. Aranya dan Feris (1984); Lanchman dan Aranya (1986) menemukan bahwa tidak terdapat konflik antara tujuan organisasi dan tujuan profesional, hal ini menunjukkan adanya kesesuaian dimana terdapat kesesuaian antara tujuan KAP dan profesi akuntan. Tingkat 9komitmen organisasi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan sensitivitas etika pemeriksa, sehingga dihipotesiskan sebagai berikut:
H6 : Tingkat komitmen organisasional pemeriksa berpengaruh positif terhadap tingkat sensitivitas etikanya
Seorang pemeriksa yang mempunyai tingkat relativisme rendah dan idealisme tinggi akan cenderung taat terhadap standar moral dan akan menunjukkan tingkat sensitivitas etika yang tinggi. Relativisme rendah akan mendorong seorang pemeriksa untuk menjadi lebih sensitif terhadap situasi yang melanggar peraturan. (Shaub et al.,1993) Idealisme orientasi etika pemeriksa perempuan lebih tinggi daripada pemeriksa laki-laki sehingga dihipotesiskan sebagai berikut:
H7 : Pengaruh idealisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat sensitivitas etikanya akan lebih tinggi daripada pemeriksa laki-laki.
H8 : Pengaruh relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat ensitivitas etikanya akan lebih rendah daripada pemeriksa laki-laki.
Dari uraian di atas maka model penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian telihat seperti dalam gambar 2 (pada lampiran).
III. Metode Pengumpulan Data
3.1 Sampel dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survey dalam pengumpulan datanya dengan memodifikasi kuesioner yang digunakan oleh Shaub et al., (1993), modifikasi dilakukan pada instrumen sensitivitas etika agar sesuai dengan karakteristik responden di Indonesia. Data penelitian diperoleh dengan mendistribusikan kuesioner kepada responden secara langsung dan melalui mail survey. Responden yang di survey adalah pemeriksa BPK di Indonesia dengan kriteria pemeriksa dan sudah pernah melaksanakan tugas pemeriksaan dan memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Survey secara langsung dilakukan di BPK Perwakilan 10Daerah Istimewa Yogyakarta dan BPK Perwakilan Jawa Tengah, sedangkan survey secara mail survey dilakukan dengan mengirimkan email ke anggota group milis BPK. Jumlah kuesioner yang disebarkan ke responden sebanyak 150, baik dengan cara mendatangi kantor perwakilan BPK ataupun pengiriman melalui email. Kuesioner yang disebarkan secara langsung dengan cara mendatangi kantor perwakilan BPK yaitu kuesioner untuk pemeriksa BPK Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta dan BPK Perwakilan Jawa Tengah, sedangkan untuk responden dari kantor perwakilan lainnya di Indonesia disebarkan melalui email yang dikirim melalui milis group BPK. Dari 150 kuesioner yang disebarkan, 138 (92%) diantaranya telah diisi oleh responden dan dikembalikan kepada peneliti, sedangkan sisanya sebanyak 12 kuesioner (7%) tidak dikembalikan kepada peneliti. Kuesioner yang pengisiannya tidak lengkap ataupun latar belakang pendidikan responden non akuntansi sebanyak 24 (16%) sehingga kuesioner yang memenuhi syarat untuk dianalisis sebanyak 114 (76%). Pemeriksa BPK yang menjadi responden mayoritas adalah perempuan yaitu sebanyak 64 responden (46.38%) dan pemeriksa BPK yang menjadi responden mayoritas adalah pemeriksa dengan latar belakang pendidikan akuntansi yaitu sebanyak 114 responden (82.61%).
3.2 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Idealisme
Idealisme dalam penelitian ini adalah suatu hal yang dipercaya individu tentang konsekuensi yang dimiliki dan diinginkan tidak melanggar nilai-nilai etika. (Forsyth,1980).Idealisme diukur dengan menggunakan sepuluh item yang dikembangkan Forsyth (1981). Pengukuran variabel menggunakan skala Likert 1 sampai 7.
Relativisme
Relativisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap penolakan terhadap nilai-nilai etika dalam mengarahkan perilaku etis. Selain mempunyai sifat idealisme, dalam 11diri seseorang juga terdapat sisi relativisme. (Forsyth, 1980) Relativisme diukur dengan menggunakan sepuluh item yang dikembangkan Forsyth (1981). Pengukuran variabel menggunakan skala Likert 1 sampai 7.
Komitmen Profesional Pemeriksa
Komitmen profesional merupakan tingkat loyalitas individu pada profesinya (Larkin, 1990). Komitmen profesional dalam penelitian ini dikembangkan oleh Dwyer et al., (2000). Penilaian ini menggunakan lima pertanyaan yang berkaitan dengan komitmen profesional.
Pengukuran variabel menggunakan skala Likert 1 sampai 7.
Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional dan profesional menggambarkan intensitas dari identifikasi individual, tingkat keterlibatan dalam organisasional atau profesi (Mowday et al.,1982). Komitmen organisasional diukur dengan menggunakan empat indikator yang dikembangkan oleh Mowday et al. (1982) yaitu keinginan kuat tetap sebagai anggota, keinginan berusaha keras, penerimaan nilai organisasional dan penerimaan tujuan organisasional. Penilaian ini menggunakan empat pertanyaan yang berkaitan dengan komitmen organisasional. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert 1 sampai 7.
Sensitivitas Etika
Sensitivitas etika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan (Shaub et al., 1993). Sensitivitas etika diukur dengan memodifikasi skenario sensitivitas etika Shaub et al. (1993) yaitu: kegagalan akuntan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang diminta, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi dan subordinasi judgement akuntan dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi. Pengukuran variabel menggunakan skala
Likert 1 sampai 7.12
Gender sebagai Variabel Pemoderasi
Gender diukur sebagai jenis kelamin responden dengan diberi kode 1 untuk responden perempuan dan 2 untuk responden laki-laki
IV. HASIL
4.1 Pengujian outer model
Validitas Konvergen (convergen validity)Hasil uji validitas konvergen disajikan pada tabel 1 (pada lmpiran). Hasil pengujian convergent validity menunjukkan tidak satupun item pada masing-masing variabel yang mempunyai skor AVE kurang dari 0.5. Berdasarkan hasil nilai loading avearge variance extrated (AVE) dapat disimpulkan bahwa validitas konvergen terpenuhi.Validitas Diskriminan (Discriminant Validity)Model mempunyai discriminant validity yang cukup jika akar kuadrat avearge variance extrated (AVE) untuk setiap konstruk lebih besar daripada korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya dalam model pada output PLS dalam tabel 1 dan membandingkan dengan nilai latent variable correlations pada tabel 2 (pada lampiran).Dari hasil perbandingan antara akar kuadrat avearge variance extrated (AVE)dengan latent variable correlations menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang tidak memiliki discriminant validity yang tinggi yaitu interaksi gender dan variabel idealisme 13terhadap komitmen profesional, interaksi gender dan variabel idealisme terhadap sensitivitas etika; serta pengaruh interaksi antara relativisme dan gender dengan sensitivitas etika. Hal ini berarti bahwa setiap variabel laten belum memiliki discriminant validity yang baik dimana beberapa variabel laten masih memiliki pengukur yang berkorelasi tinggi dengan konstruk lainnya
Reliabilitas
Penelitian ini menggunakan composite reliability sebagai metode uji realibilitas karena lebih baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk (Hartono, 2011). Berdasarkan nilai composite realibility pada tabel 3 (lampiran) menunjukkan konsistensi dan stabilitas instrumen yang digunakan sangat tinggi. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa reliabilitas instrumen terpenuhi.
4.2 Pengujian Model Struktural (inner model)
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konstruk, seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Dari hasil pengolahan data dengan PLS, diperoleh hasil seperti yang terlihat dalam gambar 3 (lampiran):Hasil estimasi t-statistik dapat dilihat pada Total Effect yang disajikan pada tabel 4(pada lampiran).
4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian mengindikasikan bahwa interaksi antara gender dengan idealismeorientasi etika seorang pemeriksa tidak mempengaruhi tingkat komitmen profesionalnya. Pengaruh idealisme orientasi pemeriksa perempuan tidak lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh idealisme orientasi etika pemeriksa laki-laki. Pemeriksa perempuan yang idealistisakan selalu berusaha untuk menghindari kesalahan, sehingga pemeriksa perempuan dengan idealisme tinggi akan lebih menerima dan percaya akan tujuan dan nilai profesi pemeriksa dan 14selalu berusaha mematuhi standar profesi pemeriksa. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini tidak terdukung.Pengaruh relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat komitmen profesionalnya tidak lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksa laki-laki. Hal ini disebabkan karena komitmen profesional telah dikembangkan selama proses sosialisasi yang menyertai tahun-tahun awal masuk ke suatu profesi, pembelajaran yang berlangsung diperguruan tinggi dan selama tahun-tahun awal karir (Aranya et al., 1982). Sehingga baik idealisme ataupun relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan dan laki-laki akan memberikan pengaruh yang positif terhadap komitmen profesional mereka. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak terdukung.Hasil pengujian mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh antara pemeriksa yang berkomitmen pada profesinya dengan komitmen organisasional.Interaksi antara gender dengan idealisme orientasi etika seorang pemeriksa (responden) mempengaruhi tingkat sensitivitas etikanya. Pengaruh idealisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap sensitivitas etikanya lebih tinggi dibandingkan dengan pemeriksa laki-laki. Tetapi, pengaruh relativisme orientasi etika pemeriksa perempuan terhadap tingkat sensitivitas etika tidak lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksa perempuan lebih mampu mengenal/mengakui masalahmasalah etika dalam konteks profesional. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketujuh dalam penelitian ini terdukung dan hipotesis kedelapan dalam penelitian ini tidak terdukung. 16Temuan ini sesuai dengan temuan You et al. (2011) yang menemukan bahwa perempuan mempunyai sensitivitas etika yang lebih tinggi daripada laki-laki.
V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan antara idealisme orientasi etika terhadap komitmen organisasional dan sensitivitas etika, tetapi penelitian ini tidak berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan antara idealisme orientasi etika terhadap komitmen profesional. Penelitian ini tidak berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan antara relativisme orientasi etika terhadap komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika. Penelitian ini dalam beberapa pengujian bertentangan dengan penelitian sebelumnya tentang sensitivitas etika, yaitu penelitian Shaub et.al. (1993) dan Aziza dan Salim (2007).
SARAN
menggunakan jumlah populasi atau sampel yang lebih besar dengan kriteria dan kapasitas yang lebih luas lagi dan mencakup semua elemen sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan representatif. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan model penelitian eksperimen, sehingga peneliti dapat mengontrol beberapa kelemahan yang kemungkinan ada dalam model pengumpulan data melalui kuesioner. Selain itu penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan dengan melakukan pengembangan hasil penelitian ini yaitu dengan meneliti apakah perbedaan gender pemeriksa dalam memahami masalah etika memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah etika.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, G. and R. C. Ellyson. 1986. “Restructuring Profesional Standards: The Anderson
Report”, Journal of Accountancy, September, pp. 92-104.
Agoglia, C.P., Beaudoin.C. and Tsakumis G.T. 2009. “The Effect of documentation Structure
and Task-Specific Experience on Auditors‟ Ability to Identify Control Weaknesses”,
Behavioral Research In Accounting, Vol.21, No. I, pp. 1-7.
Akaah, I. 1989. "Differences in Research Ethics Judgements Between Male and Female
Marketing Profesionals" Journal of Business Ethics (Netherlands), Vol. 8, pp. 375-
381.18
Almon, D., Page D and Roberts R. 2000. “Determinants of Perceptions of Cheating: Ethical
Orientation, Personality and Demographics” Journal of Business Ethics,Vol.23, pp.
411-422.
Aranya, N. and K.R. Ferris. 1984. "A Reexamination of Accountants' OrganizationalProfesional Conflict" The Accounting Review, Vol. 59, pp. 1-15.
Aranya, N., R. Lachman, and Amernic, J. 1982. "A Path Analysis of Accountants' Job
Satisfaction and Migration Tendencies" Accounting. Organizations, and Society,
Vol. 7, pp. 201-211. 

Selasa, 02 April 2013

Tugas ke 1 Bahasa inggris bisnis (softskill)


Yesi’s
BIOGRAPHY


Name                                      : Yesi Kurniyati

Nick Name                              : Echy

Date of Birth                            : Jakarta, 06 february 1992

Zodiac                                     : Aquarius

Hobby                                      : Reading, Watching movie and travelling

Favorite Books                         : Novel

Favorite Foods                         : Anything about CHOCOLATE

Favorite Drinks                        : Juice

Favorite Color                         : Blue and White

Character                                : Simple, Friendly, Believe my self, Empathy, and Confidence

Hometown                              : Jl. Rawa Bambu 1 No. 7 Jakarta, 12520

E – mail                                   : yesi_echy@ymail.com



Ayah dan 2 anak dewasanya ditangkap di texas perampokan Bank
Oleh Staf kawat CNN November 18, 2012
Keluarga yang merampas bank bersama-sama. Itulah di tenggara texas berwenang menyatakan tentang seorang anak lelaki, ayah dan anak perempuan, mengikat mereka sepasang Robbies bank di negara itu dan mungkin lima orang lain dalam mereka oregon asli. Sekarang, seminggu setelah mereka perampokan terjadi, ketiga tersangka berada di penjara tikungan benteng county. Dalam prees rilis yang dikeluarkan Jumat, benteng tikungan kabupaten, texas, Kantor Sheriff mengidentifikasi tiga orang sebagai 50-tahun Ronald Scott Catt, 20-tahun-anaknya Hayden scott Catt dan 18-tahun putrinya Abigal "Abby "Catt. KEADILAN
Italia memiliki perampokan bank di Eropa yang paling, studi menemukan
Oleh Staf Kawat CNN 1 Juli 2010
Italia memiliki tingkat tertinggi perampokan bank di Eropa, sebuah penelitian di Italia pekan ini. Dari 4.150 perampokan bank yang dilaporkan di Eropa pada tahun 2009, 1.744 - atau 42 persen - yang dilakukan di Italia, menurut penelitian, yang dilakukan oleh pengawas bank yang Osservatorio Italia dan serikat pekerja, CISL. Kota-kota Italia Utara, termasuk Milan dan Turin, melihat jumlah tertinggi dari perampokan bank adalah likuiditas kas yang tinggi, katanya. POLITIK
Tiga perampokan bank untuk Iowa kota selama Bush, Kerry mengunjungi
6 Agustus 2004
Tiga bank di kota ini dirampok Rabu sementara Presiden Bush dan Partai Demokrat John Kerry penantang host kampanye terbuka saingan, m kata polisi. Davenport Polisi Letnan Don Gano mengatakan ketiga perampokan bersenjata tampaknya telah "terkoordinasi" bertepatan dengan kunjungan kampanye. Bush dan Kerry mengadakan acara tiga blok terpisah. Satu orang telah ditangkap sehubungan dengan salah satu holdups, dan peneliti berusaha untuk menentukan apakah perampokan lainnya yang terhubung.